Jumat, 06 Mei 2011

Kenapa Harus Palang Meerah dan Bulan Sabit


16476
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) yang didirikan pada tahun 1863 merupakan organisasi dunia yang melakukan kegiatan kemanusiaan pada saaat terjadinya konflik bersenjata. Dalam melaksanakan kegiatannya, ICRC membutuhkan sebuah lambang yang sederhana, mudah terlihat dengan jelas, mudah dikenali dan diketahui secara universal untuk mengindentifikasi orang, alat transportasi, dan bangunan yang digunakan dalam kegiatan kemanusiaan, seperti bantuan pelayanan medis maupun bantuan lainnya pada masa konflik bersenjata, lambang tersebut harus bersifat netral dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan bantuan dan perlindungan kemanusiaan.
Didasarkan pada pemikiran tersebut dan sekaligus untuk membuat aturan dalam hal penggunaan lambang tersebut, maka pada tahun 1864 untuk pertama kalinya, Lambang Palang Merah diadopsi oleh negara-negara dalam sebuah traktat internasional yaitu dengan lahirnya Konvensi Jenewa yang disahkan pada tanggal 22 Agustus 1864 tentang Perbaikan Keadaan Bagi Prajurit yang Luka dan yang Sakit Dalam Pertempuran Di Darat, dimana lambang tersebut ditetapkan sebagai tanda pelindung bagi siapapun yang bertugas dalam kegiatan bantuan kemanusiaan pada masa perang.
Yang perlu untuk diingat adalah bahwa Lambang Palang Merah yang digunakan tersebut tidak berkaitan dengan agama, filosofi, maupun ideologi manapun. Presepsi-presepsi yang salah tentang Lambang Palang Merah dapat berakibat buruk pada para petugas kemanusiaan dalam memberikan bantuan dan perlindungan kemanusiaan bagi para korban konflik bersenjata.
Pilihan penggunaan Lambang Palang Merah merupakan adopsi dari bendera negara Swiss yang warnanya dibalik, dimana bendera negara Swiss memiliki gambar palang berwarna putih dengan dasar berwarna merah. Hal ini merupakan penghargaan terhadap negara Swiss yang merupakan negara tempat pertama kalinya gerakan bantuan kemanusiaan sukarela pada masa konflik bersenjata dibentuk.
Namun demikian selain penggunaan Lambang Palang Merah, penggunaan Lambang Bulan Sabit Merah, dan Lambang Singa dan Matahari sebagai simbol-simbol bantuan dan perlindungan bagi korban konflik bersenjata yang telah pula digunakan sejak lama oleh beberapa negara. Hal tersebut menjadi suatu topik diskusi dalam sebuah konperensi diplomatik tentang kemanusiaan yang akhirnya diangkat dalam konperensi diplomatik yang diadakan di Jenewa pada tahun 1949 yang melahirkan Konvensi Jenewa Tahun 1949.
Sebagai salah satu hasil dari pembahasan dalam Konvensi Jenewa 1949 diatur bahwa Lambang Palang Merah di atas dasar putih dipertahankan sebagai lambang dan tanda pengenal petugas kemanusiaan pada masa konflik bersenjata. Kemudian konvensi juga memberikan pengakuan yang sama terhadap pilihan dan penggunaan Lambang Bulan Sabit Merah atau Singa dan Matahari Merah sebagai simbol bantuan dan perlindungan kemanusiaan pada masa konflik bersenjata. Namun pada tahun 1980 satu-satunya negara yang menggunakan Lambang Singa dan Matahari Merah yaitu Iran secara resmi mengganti lambang tersebut menjadi Lambang Bulan Sabit Merah bagi perhimpunan organisasi kemanusiaan negaranya. Dengan demikian, hingga sekarang hanya ada dua lambang yang sah untuk digunakan pada masa perang oleh staf medis milik angkatan bersenjata dan oleh organisasi kamanusiaan dunia yaitu Lambang Palang Merah dan Lambang Bulan Sabit Merah.
Prinsip kesatuan (unity) adalah salah satu prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang harus diperhatikan oleh setiap negara peserta konvensi Jenewa 1949. Prinsip Kesatuan ini mengatur bahwa tiap negara hanya boleh menggunakan salah satu saja dari kedua lambang tersebut, Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah. Penggunaan kedua lambang sekaligus dalam satu negara tidak diperkenankan, hal ini diatur di dalam Konvensi Jenewa 1949, resolusi-resolusi hasil Konperensi Internasional Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta hukum nasional masing-masing negara peserta Konvensi Jenewa.
Lambang Palang Merah dan Lambang Bulan Sabit Merah menurut hukum humaniter internasional hanya boleh digunakan oleh unit medis angkatan-angkatan bersenjata pada masa konflik bersenjata, dan oleh ketiga komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu :
1. Perhimpunan-perhimpunan kepalangmerahan nasional (misalnya Palang Merah Indonesia).
2. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC); dan
3. Komite Internasional Palang Merah (ICRC).
Di Indonesia sendiri, Lambang palang merah telah digunakan sejak tahun 1945 untuk tugas-tugas kemanusiaan pada awal kemerdekaan. Selanjutnya pada tahun 1950 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 yang mengesahkan Anggaran Dasar dan mengakui Perhimpunan Palang Merah Indonesia sebagai badan hukum yang melaksanakan tugas-tugas yang bersifat kemanusiaan sesuai dengan Konvensi Jenewa di Indonesia. Selain itu pada tahun 1962 juga ditetapkan Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-kata Palang Merah.
Peraturan-peraturan tersebut memberikan landasan hukum dan pengakuan bagi organisasi Palang Merah Indonesia sekaligus memberikan perlindungan dan pengakuan hukum bagi Lambang Palang Merah, baik sebagai tanda pelindung maupun sebagai tanda pengenal:
a. Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung dimaksudkan agar lambang tersebut mudah terlihat dan diketahui serta dihormati oleh semua pihak, baik pada masa damai maupun pada masa terjadi sengketa bersenjata, termasuk gangguan keamanan di dalam negeri. Dasar penggunaan Lambang Palang Merah adalah untuk memberikan pertolongan bagi para korban perang baik sipil maupun militer yang terluka atau sakit tanpa membeda-bedakan agama maupun dari pihak mana ia berasal. Lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung juga digunakan untuk melindungi para tenaga medis, rohaniwan, rumah sakit, serta sarana dan transportasi medis.
b. Sedangkan Lambang Palang Merah sebagai tanda pengenal dimaksudkan untuk memberikan pengakuan dan perlindungan bagi orang, sarana, dan bangunan untuk kegiatan kepalangmerahan yang mengidentifikasikan bahwa seseorang, sarana, atau bangunan tersebut merupakan bagian dari organisasi kemanusiaan yang harus dihormati oleh para pihak dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
Penghormatan dan perlindungan bagi lambang dan organisasi kepalangmerahan di Indonesia juga dilandaskan pada prinsip-prinsip dasar gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu Prinsip Kemanusiaan, Prinsip Kesamaan, Prinsip Kenetralan, Prinsip Kemandirian, Prinsip Kesukarelaan, Prinsip Kesatuan, dan Prinsip Kesemestaan.
Dengan melihat tujuan mulia dan prinsip-prinsip dasar tersebut, bangsa Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam Konvensi Jenewa 1949 merasa mempunyai keinginan dan kewajiban untuk mengatur penggunaan lambang serta keberadaan Organisasi Kepalangmerahan di Indonesia dalam bentuk undang-undang. Tujuan pengaturan tersebut dalam suatu undang-undang agar lebih memberikan pengakuan dan landasan hukum serta perlindungan yang kokoh demi tercapainya tujuan mulia dalam melaksanakan tugas kemanusiaan berdasarkan prinsip-prinsip dasar tersebut.
Selain itu pengaturan mengenai Lambang Palang Merah bagi Bangsa Indonesia, juga untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Konvensi Jenewa 1949 yang menyatakan bahwa masing-masing Negara Pihak harus memilih satu dari lambang organisasi kemanusiaan (Palang Merah atau Bulan Sabit Merah) yang diakui untuk menangani dan melaksanakan tugas-tugas yang bersifat kemanusiaan tersebut. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka perlu segera dibentuk Undang-Undang tentang Lambang Palang Merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar